Selasa, 06 Desember 2011

sistem pembayaran elektronik


Tren sistem pembayaran saat ini sedang mengalami perubahan, dari pembayaran transaksi secara kas atau menggunakan check beralih ke pembayaran secara online atau pembayaran melalui media elektronik dan menggunakan kartu (mis; transfer melalui bank, e-micropayments, kartu kredit, e-check, e-billing, purchasing card, kartu debit, smart card, virtual credit card, stored-valeus card, debit ATM, dll). Sejak tahun 2005, sistem pembayaran dengan menggunakan kartu dan pembayaran elektronik (pembayaran secara kas dan non kas) mengalami peningkatan  sebesar 45%. Meskipun telah terjadi perubahan terhadap metoda pembayaran, banyak individu yang masih menggunakan check atau kas untuk aktivitas pembayaran. Namun, untuk transaksi pembayaran elektronik B2B, B2C, mereka bersedia melakukan pembayaran dengan menggunakan metoda pembayaran online atau dengan kartu kredit.
Pada sistem pembayaran elektronik, terdapat sejumlah faktor-faktor yang memainkan peran dalam penentuan apakah suatu metoda e-payment partikular mencapai masa kritis. Beberapa faktor tersebut meliputi;
1)      Independensi, terkait dengan aplikasi dan instalasi software atau hardware untuk melakukan pembayaran,
2)      Interoperabilitas dan portabilitas, seluruh bentuk e-commerce dijalankan dengan menggunakan sistem spesialisasian yang terhubung dengan sistem dan aplikasi perusahaan lain.
3)      Keamanan, apabila risiko pembayar (pembeli) lebih tinggi daripada risiko penerima (penjual), maka pihak pembayar tidak akan mau menerima metoda ini.
4)      Anonimitas, pembayaran secara elektronik (mis. e-cash) menyediakan fitur untuk melakukan penelusuran identitas pembeli dan pola pembelia yang dilakukan.
5)      Divisibilitas, secara umum, penjual menerima kartu kredit hanya untuk pembelian dengan batas minimum dan maksimum. Pembayaran dengan kartu kredit tidak dapat dilakukan apabila biaya item tersebut terlalu kecil.
6)      Kemudahan dalam penggunaan
7)      Fee transaksi, pada saat kartu kredit digunakan, pihak pedagang akan membayar fee transaksi hingga 3% dari harga pembelian item. Fee ini menjadi penghalang untuk mendukung pembelian yang lebih kecil dengan kartu kredit, yang menyisakan tempat untuk bentuk pembayaran alternatif.
8)      Regulasi, metode pembayaran baru (mis. e-cash, e-payment, kartu kredit, dll) akan menghadapi sejumlah hambatan regulatori yang ketat.
Pemrosesan sistem pembayaran secara elektronik atau kartu kredit terdiri atas dua tahap yaitu; 1) tahap autorisasi, untuk menentukan apakah kartu pembeli masih aktif dan kecukupan dana yang tersedia dan 2) tahap settlement, yaitu pentransferan dana dari pembeli ke akun penjual. Dalam hal ini, partisipan yang terlibat dalam pembayaran elektronik meliputi; persetujuan bank, asosiasi kartu kredit, pelanggan atau konsumen, institusi finansial penerbit atau penyedia kartu, penjual, jasa pemrosesan pembayaran dan pusat data yang memproses transaksi kartu dan pentransferan dana ke pihak penjual.
Faktor keamanan dan kecurangan merupakan isu utama dalam pembuatan dan penerimaan berbagai jenis e-payment. Hal ini berarti bahwa, meskipun pembayaran secara online lebih simpel dan mudah, namun masih terdapat beberapa kelemahan, utamanya masalah keamanan selama bertransaksi secara online. Kasus pembobolan kartu kredit, penyadapan user ID dan password merupakan beberapa bentuk kecurangan pada sistem pembayaran secara elektronik. Walaupun proses pembayaran dengan kartu secara offline dan online sama, namun terdapat satu perbedaan substansial diantara keduanya. Dalam hal ini, pihak penjual kemungkinan akan menghadapi berbagai bentuk kecurangan transaksi. Penjual juga memerlukan sejumlah dana untuk memerangi berbagai bentuk kecurangan, misalnya dana untuk pengembangan tools internal, pemeriksaan staff serta jasa dan alat pihak ketiga. Untuk menghadapi berbagai bentuk kecurangan yang mungkin terjadi pada sistem pembayaran elektronik, berikut ini merupakan beberapa tools yang dapat digunakan dan prosentase penggunaan oleh penjual. Beberapa tools tersebut dan prosentase penggunaan oleh penjual antara lain: sistem verifikasi alamat (79%), review manual (73%), screen kecurangan dan model keputusan automasian (70%), nomor verifikasi kartu (69%), jasa autentikasi pembayar asosiasi kartu (29%) dan file negatif, misalnya alamat IP, nama, alamat pengiriman barang, nomor kontak, dll (34%). Ketersediaan pengendalian yang efektif terhadap input, proses, pusat data dan output yang memadai serta tools untuk mendukung keamanan yang memadai terhadap software atauhardware untuk melakukan pembayaran elektronik dan perhitungan pajak yang harus dibayarkan, merupakan aspek penting yang perlu diperhatikan dalam sistem pembayaran elektronik.

Jumat, 21 Oktober 2011

Revolusi Sistem Pembayaran Elektronik


Tanpa kita sadari, kita sudah mulai terbiasa dan nyaman dalam menggunakan pembayaran non-tunai (non-cash). Sistem pembayaran ini biasanya menggunakan kartu atau sistem elektronik. Sebagai contoh banyak orang sudah memiliki kartu kredit, apalagi kartu ATM. Hampir semua nasabah bank memiliki kartu ATM, kecuali untuk produk tertentu yang memang didesain untuk tidak memiliki kartu ATM.
Di belakang layar ada juga transfer dana secara elektronik antar bank, seperti misalnya sistem RTGS (Real Time Gross Settlement) dan SKN (Sistem Kliring Nasional) yang dikelola oleh Bank Indonesia. Keduanya hanya sebagian kecil contoh transfer dana secara elektronik. Masih banyak sistem kliring lainnya.
Itu sistem pembayaran yang masih “konvensional.” Ada sistem pembayaran yang baru, seperti misalnya menyumbangkan uang melalui SMS, transfer pulsa, dan masih banyak lainnya. Nampaknya kita masih di tahap awal dariRevolusi Sistem Pembayaran Elektronik.
Baru-baru ini ada topik tambahan, yaitu munculnya standar EMV yang diusung oleh EuropayMastercard, dan Visa. (Itulah sebabnya singkatannya adalah EMV.) Mereka membuat sebuah standar dengan basis smartcard untuk menggantikan magentic stripe yang ada di belakang kartu kredit/ATM kita. Nah, apakah kita (Indonesia) sebaiknya menerima standar tersebut atau membuat standar sendiri? Ada pro dan kontranya. Kalau kita menggunakan standar EMV maka kita bergantung kepada vendor tersebut. (Standar kok bergantung kepada perusahaan ya?) Akan tetapi jika kita menggunakan standar EMV tersebut maka interoperability lebih terjamin. Misalnya kita ke luar negeri, kartu kredit kita bisa diterima di semua tempat (yang menggunakan EMV tentunya).
Standar nasional bisa bermanfaat kalau kita memanfaatkannya untuk mengembangkan industri dalam negeri. Jadi kita bisa “mengunci” teknologinya dengan menggunakan teknologi dalam negeri. Ah, tapi ini mungkin masih mimpi ya? Mungkin hanya Cina yang mampu melakukannya (dengan jumlah penduduk yang sedemikan banyak – baca: pasar – maka mereka dapat menentukan standar sendiri).
Bagaimana pendapat Anda?
Tanpa kita sadari, kita sudah mulai terbiasa dan nyaman dalam menggunakan pembayaran non-tunai (non-cash). Sistem pembayaran ini biasanya menggunakan kartu atau sistem elektronik. Sebagai contoh banyak orang sudah memiliki kartu kredit, apalagi kartu ATM. Hampir semua nasabah bank memiliki kartu ATM, kecuali untuk produk tertentu yang memang didesain untuk tidak memiliki kartu ATM.Untuk mengetahui lebih banyak mengenai hal ini dan juga berbagi visi,Sharing Vision (tm) mengadakan acara sharing vision di hotel Grand Preanger Bandung pada tanggal 20 dan 21 Juli 2006. Topiknya adalah persis yang saya tuliskan di atas. Untuk lengkapnya (cara mendaftar dan setrusnya) silahkan lihat situs sharingvision.biz.Di belakang layar ada juga transfer dana secara elektronik antar bank, seperti misalnya sistem RTGS (Real Time Gross Settlement) dan SKN (Sistem Kliring Nasional) yang dikelola oleh Bank Indonesia. Keduanya hanya sebagian kecil contoh transfer dana secara elektronik. Masih banyak sistem kliring lainnya.
Itu sistem pembayaran yang masih “konvensional.” Ada sistem pembayaran yang baru, seperti misalnya menyumbangkan uang melalui SMS, transfer pulsa, dan masih banyak lainnya. Nampaknya kita masih di tahap awal dariRevolusi Sistem Pembayaran Elektronik.
Baru-baru ini ada topik tambahan, yaitu munculnya standar EMV yang diusung oleh EuropayMastercard, dan Visa. (Itulah sebabnya singkatannya adalah EMV.) Mereka membuat sebuah standar dengan basis smartcard untuk menggantikan magentic stripe yang ada di belakang kartu kredit/ATM kita. Nah, apakah kita (Indonesia) sebaiknya menerima standar tersebut atau membuat standar sendiri? Ada pro dan kontranya. Kalau kita menggunakan standar EMV maka kita bergantung kepada vendor tersebut. (Standar kok bergantung kepada perusahaan ya?) Akan tetapi jika kita menggunakan standar EMV tersebut maka interoperability lebih terjamin. Misalnya kita ke luar negeri, kartu kredit kita bisa diterima di semua tempat (yang menggunakan EMvV tentunya).
Standar nasional bisa bermanfaat kalau kita memanfaatkannya untuk mengembangkan industri dalam negeri. Jadi kita bisa “mengunci” teknologinya dengan menggunakan teknologi dalam negeri. Ah, tapi ini mungkin masih mimpi ya? Mungkin hanya Cina yang mampu melakukannya (dengan jumlah penduduk yang sedemikan banyak – baca: pasar – maka mereka dapat menentukan standar sendiri).
Bagaimana pendapat Anda?
Untuk mengetahui lebih banyak mengenai hal ini dan juga berbagi visi,Sharing Vision (tm) mengadakan acara sharing vision di hotel Grand Preanger Bandung pada tanggal 20 dan 21 Juli 2006. Topiknya adalah persis yang saya tuliskan di atas. Untuk lengkapnya (cara mendaftar dan setrusnya) silahkan lihat situs sharingvision.biz.

sistem pembayaran elektronik


Tren sistem pembayaran saat ini sedang mengalami perubahan, dari pembayaran transaksi secara kas atau menggunakan check beralih ke pembayaran secara online atau pembayaran melalui media elektronik dan menggunakan kartu (mis; transfer melalui bank, e-micropayments, kartu kredit, e-check, e-billing, purchasing card, kartu debit, smart card, virtual credit card, stored-valeus card, debit ATM, dll). Sejak tahun 2005, sistem pembayaran dengan menggunakan kartu dan pembayaran elektronik (pembayaran secara kas dan non kas) mengalami peningkatan  sebesar 45%. Meskipun telah terjadi perubahan terhadap metoda pembayaran, banyak individu yang masih menggunakan check atau kas untuk aktivitas pembayaran. Namun, untuk transaksi pembayaran elektronik B2B, B2C, mereka bersedia melakukan pembayaran dengan menggunakan metoda pembayaran online atau dengan kartu kredit.
Pada sistem pembayaran elektronik, terdapat sejumlah faktor-faktor yang memainkan peran dalam penentuan apakah suatu metoda e-payment partikular mencapai masa kritis. Beberapa faktor tersebut meliputi;
1)      Independensi, terkait dengan aplikasi dan instalasi software atau hardware untuk melakukan pembayaran,
2)      Interoperabilitas dan portabilitas, seluruh bentuk e-commerce dijalankan dengan menggunakan sistem spesialisasian yang terhubung dengan sistem dan aplikasi perusahaan lain.
3)      Keamanan, apabila risiko pembayar (pembeli) lebih tinggi daripada risiko penerima (penjual), maka pihak pembayar tidak akan mau menerima metoda ini.
4)      Anonimitas, pembayaran secara elektronik (mis. e-cash) menyediakan fitur untuk melakukan penelusuran identitas pembeli dan pola pembelia yang dilakukan.
5)      Divisibilitas, secara umum, penjual menerima kartu kredit hanya untuk pembelian dengan batas minimum dan maksimum. Pembayaran dengan kartu kredit tidak dapat dilakukan apabila biaya item tersebut terlalu kecil.
6)      Kemudahan dalam penggunaan
7)      Fee transaksi, pada saat kartu kredit digunakan, pihak pedagang akan membayar fee transaksi hingga 3% dari harga pembelian item. Fee ini menjadi penghalang untuk mendukung pembelian yang lebih kecil dengan kartu kredit, yang menyisakan tempat untuk bentuk pembayaran alternatif.
8)      Regulasi, metode pembayaran baru (mis. e-cash, e-payment, kartu kredit, dll) akan menghadapi sejumlah hambatan regulatori yang ketat.
Pemrosesan sistem pembayaran secara elektronik atau kartu kredit terdiri atas dua tahap yaitu; 1) tahap autorisasi, untuk menentukan apakah kartu pembeli masih aktif dan kecukupan dana yang tersedia dan 2) tahap settlement, yaitu pentransferan dana dari pembeli ke akun penjual. Dalam hal ini, partisipan yang terlibat dalam pembayaran elektronik meliputi; persetujuan bank, asosiasi kartu kredit, pelanggan atau konsumen, institusi finansial penerbit atau penyedia kartu, penjual, jasa pemrosesan pembayaran dan pusat data yang memproses transaksi kartu dan pentransferan dana ke pihak penjual.
Faktor keamanan dan kecurangan merupakan isu utama dalam pembuatan dan penerimaan berbagai jenis e-payment. Hal ini berarti bahwa, meskipun pembayaran secara online lebih simpel dan mudah, namun masih terdapat beberapa kelemahan, utamanya masalah keamanan selama bertransaksi secara online. Kasus pembobolan kartu kredit, penyadapan user ID dan password merupakan beberapa bentuk kecurangan pada sistem pembayaran secara elektronik. Walaupun proses pembayaran dengan kartu secara offline dan online sama, namun terdapat satu perbedaan substansial diantara keduanya. Dalam hal ini, pihak penjual kemungkinan akan menghadapi berbagai bentuk kecurangan transaksi. Penjual juga memerlukan sejumlah dana untuk memerangi berbagai bentuk kecurangan, misalnya dana untuk pengembangan tools internal, pemeriksaan staff serta jasa dan alat pihak ketiga. Untuk menghadapi berbagai bentuk kecurangan yang mungkin terjadi pada sistem pembayaran elektronik, berikut ini merupakan beberapa tools yang dapat digunakan dan prosentase penggunaan oleh penjual. Beberapa tools tersebut dan prosentase penggunaan oleh penjual antara lain: sistem verifikasi alamat (79%), review manual (73%), screen kecurangan dan model keputusan automasian (70%), nomor verifikasi kartu (69%), jasa autentikasi pembayar asosiasi kartu (29%) dan file negatif, misalnya alamat IP, nama, alamat pengiriman barang, nomor kontak, dll (34%). Ketersediaan pengendalian yang efektif terhadap input, proses, pusat data dan output yang memadai serta tools untuk mendukung keamanan yang memadai terhadap software atauhardware untuk melakukan pembayaran elektronik dan perhitungan pajak yang harus dibayarkan, merupakan aspek penting yang perlu diperhatikan dalam sistem pembayaran elektronik.

Kamis, 20 Oktober 2011

E-commerce payment system


An e-commerce payment system facilitates the acceptance of electronic payment for online transactions. Also known as a sample of Electronic Data Interchange (EDI), e-commerce payment systems have become increasingly popular due to the widespread use of the internet-based shopping and banking.
There are numerous different payments systems available for online merchants. These include the traditional credit, debit and charge card but also new technologies such as digital walletse-cash,mobile payment and e-checks. Another form of payment system is allowing a 3rd party to complete the online transaction for you. These companies are called Payment Service Providers (PSP).

Credit Cards and Smart Cards

Over the years, credit cards have become one of the most common forms of payment for e-commerce transactions. In North America almost 90% of online B2C transactions were made with this payment type [1]. Turban et al. goes on to explain that it would be difficult for an online retailer to operate without supporting credit and debit cards due to their widespread use. Increased security measures such as the use of the card verification number (CVN) which detects fraud by comparing the verification number printed on the signature strip on the back of the card with the information on file with the cardholder's issuing bank [2]. Also online merchants have to comply with stringent rules stipulated by the credit and debit card issuers (Visa and MasterCard)[3] this means that merchants must have security protocol and procedures in place to ensure transactions are more secure. This can also include having a certificate from an authorized certification authority (CA) who provides PKI infrastructure for securing credit and debit card transactions.

Despite this widespread use in North America, there are still a large number of countries such as China, India and Pakistan that have some problems to overcome in regard to credit card security. In the meantime, the use of smartcards has become extremely popular. A Smartcard is similar to a credit card; however it contains an embedded 8-bit microprocessor and uses electronic cash which transfers from the consumers’ card to the sellers’ device. A popular smartcard initiative is the VISA Smartcard. Using the VISA Smartcard you can transfer electronic cash to your card from your bank account, and you can then use your card at various retailers and on the internet.
There are companies that enable financial transactions to transpire over the internet, such as PayPal. Many of the mediaries permit consumers to establish an account quickly, and to transfer funds into their on-line accounts from a traditional bank account (typically via ACH transactions), and vice versa, after verification of the consumer's identity and authority to access such bank accounts. Also, the larger mediaries further allow transactions to and from credit card accounts, although such credit card transactions are usually assessed a fee (either to the recipient or the sender) to recoup the transaction fees charged to the mediary.
The speed and simplicity with which cyber-mediary accounts can be established and used have contributed to their widespread use, although the risk of abuse, theft and other problems—with disgruntled users frequently accusing the mediaries themselves of wrongful behavior—is associated with them.

[edit]Electronic Bill Presentment and Payment

Electronic bill presentment and payment (EBPP) is a fairly new technique that allows consumers to view and pay bills electronically. There are a significant number of bills that consumers pay on a regular basis, which include: power bills, water, oil, internet, phone service, mortgages, car payments etc. EBPP systems send bills from service providers to individual consumers via the internet. The systems also enable payments to be made by consumers, given that the amount appearing on the e-bill is correct. The original EBPP method is a direct withdrawal from a bank account through a bank such as Scotiabank. Other service providers such as Rogers Communications and Aliant additionally, accept major credit cards within the bill payment sections of their websites. Telpay Incrporated offfers "Telpay for Business", a software application that allows businesses to import electronically presented bills, pay them and store the presented image for audit purposes.
The biggest difference between EBPP systems and the traditional method of bill payment, is that of technology. Rather than receiving a bill through the mail, writing out and sending a cheque, consumers receive their bills in an email, or are prompted to visit a website to view and pay their bills.
Three broad models of EBPP have emerged. These are:
  1. Consolidation, where numerous bills for any one recipient are made available at one Web site, most commonly the recipient's bank. In some countries, such as Australia, New Zealand and Canada, the postal service also operates a consolidation service. The actual task of consolidation is sometimes performed by a third party and fed to the Web sites where consumers receive the bills. The principal attraction of consolidation is that consumers can receive and pay numerous bills at the one location, thus minimizing the number of login IDs and passwords they must remember and maintain.
  2. Biller Direct, where the bills produced by an organization are made available through that organization's Web site. This model works well if the recipient has reasons to visit the biller's Web site other than to receive their bills. In the freight industry, for example, customers will visit a carrier's Web site to track items in transit, so it is reasonably convenient to receive and pay freight bills at the same site.
  3. Direct email delivery, where the bills are emailed to the customer's inbox. This model most closely imitates the analog postal service. It is convenient, because almost everyone has email and the customer has to do nothing except use email in order to receive a bill. Email delivery is proving especially popular in the B2B market in many countries.
Major providers of outsourced bill production services have developed facilities to process bills through consolidation, biller direct and email delivery services, thus enabling major billers to have all their bills, paper and electronic, processed through the one service. Niche service providers in many countries provide one or two of these models, but generally do not integrate with paper bill production.